Salam Sahabat

Assalamualaikum
Yo opo kabar e "Prend"


Kamis, 20 Maret 2008

Pembangunan

Ditulis Tanggal 20 March 2008 oleh Mirza Buchori

Tahun 2005 saya di terima di perusahaan di jakarta, Senang sekali bisa keluar dari pekerjaan saya sebelumnya di sidoarjo. Rasanya seperti terbebaskan dari belenggu ketidakpuasan yang selama ini saya keluhkan di sana.

Sampai saat ini saya sudah 3 tahun di jakarta, selama ini juga saya melihat dan mengalami sendiri bermacam masalah2 yang mestinya menurut saya kok aneh jika terjadi di ibu kota sebuah negara: Langganan Banjir, Macet, Angkutan kota yang sudah tidak layak jalan, sarana umum yang rusak di mana-mana. Melihat situasi seperti ini, saya mempertanyakan pernyataan saya sendiri dulu bahwa Pembangunan hanya terpusat di Jakarta saja.

Kenapa saya pertanyakan adalah karena menurut saya jika masih banjir, berarti belum di bangun suatu sistem perencanaan saluran air yang baik, masih macet, mungkin sekali sarana transportasi belum di bangun dengan baik dalam jangka panjang, de el el. Saya tidak tahu apakah itu karena pemimpin kita yang tidak tahu sebaiknya kita ini membangun apa??? ataukah memang untuk membangun itu butuh banyak sekali biaya sehingga memang sebuah proses yang sangat panjang???

Belum selesai saya memikirkan mengenai teka-teki pembangunan terpusat ini saya malah pindah ke pemerataan pembangunan. Menurut saya kok ini akan lebih ruwet lagi. Ruwetnya ini salah satunya adalah karena masyarakat kita ini terdiri beragam suku yang tersebar di seluruh nusantara. Pembangunan itu sendiri mungkin tidak bisa hanya kopi paste dari daerah satu ke daerah lain, mengapa??? karena kalau mau bener2 membangun ya harus tetap sesuai dengan karakter masyarakat daerahnya tho.

Kenapa begitu??? dari pengalaman saya masuk ke pedalaman sumatra dan kalimantan dalam rangka tugas kantor, saya menemui hal2 semacam expor kultur dari jawa ke daerah2 itu, contoh sepele: ketika saya on job di pedalaman hutan sumatra, eh warung sebelah area kerja jualan lodeh makanan khas jawa, lucu juga dan mungkin saya sih bersyukur di area pedalaman masih bisa makan masakan "ibu".

Hanya saja kalau saya lihat lagi, mana penduduk aslinya??? di pedalaman sumatra ada suku namanya suku "anak dalam", masih hidup nomaden di hutan itu, meski sudah menggunakan motor sebagai alat transportasi tetapi masih tetap "anak dalam". Hal yang lucu dari mereka adalah jika mereka berjalan berkelompok mereka akan berbaris satu baris kebelakang, he he he. Mereka hidup seperti itu meski di samping halamangubuk mereka terdapat perusahaan minyak, pabrik kayu, pabrik kertas dan perusahaan lainnya.

Saya jadi mempertanyakan, apakah selama ini kita memang telah memeratakan pembangunan dalam arti pembangunan pabrik2 diluar jawa, ataukah kita hanya memeratakan perluasan bisnis beberapa pengusaha saja.

Tetapi sebenarnya kita bisa optimis, jika perusahaan2 besar telah merambah ke pedalaman mungkin sisi positive thinking-nya adalah pemerintah kita lebih bisa menyentuh rekan2 kita yang masih di gubuk2 itu dengan memberdayakan perusahaan2 itu. Terkadang saya malu juga jika saya dengan supir saya berkendara di jalan2 pedalaman sementara mereka penduduk asli yang tanahnya kita gusur untuk membuka lahan dan jalan hanya bisa berjalan tertunduk di tepi jalan yang berdebu itu.

Pemberdayaan perusahaan2 itu saya yakin merupakan salah satu solusi untuk mengangkat mereka sebelum pemerintah dalam ini orang2 jawa masuk ke rumah2 mereka dengan justifikasi pembangunan. Mungkin dengan pemotongan pajak perusahaan untuk di alihkan ke pembangunan orang2 pedalaman. Pengetatan pada community development perusahaan2 itu, program putra daerah yang serius dalam arti benar2 di develop untuk menjadi karyawan dalam
arti sebenarnya bukan hanya sekedar pekerja kasar karena takut di demo atau takut di ganggu, de el el.

Terakhir pembangunan memang perlu dilakukan secara merata apakah di jawa dan pulau2 lainnya sampai pada penduduk pedalamnnya, tetapi untuk memeratakan pembangunan itu perlu upaya pencerdasan orang2 asli sana supaya mereka bisa menjadi agen dalam pembangunan daerah mereka dan bukan hanya menjadi korban atas nama pembangunan.

Salam

Tidak ada komentar: